Rabu, 02 Agustus 2017

Kebijakan Bupati Wonogiri Joko Sutopo Atasi Kekeringan di Wonogiri Selatan

Potret Krisis Air Bersih Di Wonogiri Bagian Selatan


Kekeringan dan krisis air bersih masih menjadi salah satu masalah pokok yang terus dihadapi oleh masyarakat Wonogiri terutama bagian selatan. Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari faktor geografis wilayah selatan yang merupakan kawasan karst Gunung Sewu. Kawasan karst memiliki karakteristik tanah yang sulit menyimpan air karena lapisan lempung yang tipis dengan banyak rongga batuan gamping.

Air hujan yang turun akan terus meresap mengalir kedalam rongga batuan gamping, menerobos hingga membentuk sungai bawah tanah yang dalam. Kondisi ini menyebabkan sangat sulit untuk mendapatkan air tanah dengan kedalaman wajar, layaknya wilayah bukan kawasan karst. Karakteristik permukaan tanah juga berbeda dengan tanah pegunungan sehingga wilayah selatan tidak cocok untuk dijadikan lahan persawahan. Sebagian besar areal pertanian adalah sawah tadah hujan yang hanya bisa panen sekali dalam setahun.


Begitu juga permasalahan air bersih, akan menjadi problematika tahunan yang terus menjadi beban masyarakat Wonogiri selatan. Secara keseluruhan di Kabupaten Wonogiri bahwa wilayah kekeringan dan krisis air bersih tersebar delapan kecamatan, yakni Pracimantoro (9 desa), Paranggupito (8 desa), Giritontro (5 desa), Nguntoronadi (5 desa), Giriwoyo (4 desa), Eromoko (4 desa), Manyaran (2 desa) dan Selogiri (1 desa) atau mengancam 61.169 warga yang mendiami wilayah tersebut. Wilayah paling parah memang di dua kecamatan yaitu Giritontro dan Paranggupito. 


Kebijakan yang dijalankan pemerintah selama ini, belum memberikan solusi secara permanen. Kebijakan mengatasi kekeringan hanya sebatas memberikan bantuan tanki air bersih yang hanya bersifat sementara. Mengutip kata Bupati Wonogiri Joko Sutopo bahwa model bantuan tangki membuat masyarakat menjadi kerdil inovasi karena mereka diberi harapan mendapat bantuan. Meskipun bantuan air bersih merupakan solusi bersifat ensidental, kita harus memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang selama ini memberikan bantuan air bersih kepada masyarakat Wonogiri Selatan. 


Untuk mengatasi kekeringan dan krisis air bersih dalam era kepemimpinan Bupati Wonogiri Joko Sutopo bahwa masyarakat dan seluruh pemangku kebijakan harus mampu merubah mindset menuju pemikiran yang modern. Mengatasi kekeringan dengan berdasarkan teknologi teknis bukan berbasis tanki. Menggali potensi wilayah dengan melakukan survey secara lebih detail dan mendalam untuk mencari sumber air yang bisa dimanfaatkan. Potensi ini yang ada akan disinergikan dengan program pemerintah yang pada akhirnya masyarakat nanti bisa menikmati solusi air bersih berbasis teknis bukan lagi berbasis tangki, bukan berbasis pencitraan, tetapi kerja nyata yang benar berpihak kepada warga masyarakat.


Kebijakan ini tentu akan membutuhkan dukungan biaya yang cukup besar yang bisa bersumber dari dana APBD Kabupaten Wonogiri maupun program dari pemerintah provinsi dan pusat. Selain membangun embung-embung air juga akan dibangun sarana prasarana pemanfaatan sumber air sungai bawah tanah maupun sumber air lainnya. Bupati Wonogiri Joko Sutopo telah memberikan komitmen bahwa untuk mengatasi kekeringan akan dianggarkan dana APBD Kabupaten Wonogiri minimal Rp. 2 milyar per tahun. 

Pada tahun 2017, telah dilelang program pemanfaatan sumber air Luweng Kuthah Paranggupito dengan anggaran Rp. 1,8 milyar. Dengan telah dilelangnya kegiatan ini, maka dibutuhkan peran serta dan partisipasi aktif seluruh masyarakat untuk mengawasi sekaligus memberikan dukungan agar program mengatasi kekeringan dapat berjalan dengan baik. Sumber air dari luweng Kuthah akan memberikan harapan bagi sebagian masyarakat  bisa terbebas dari problematika krisis air bersih secara permanen. 

Kedepan dengan dukungan penganggaran yang cukup serta peran aktif masyarakat maupun bantuan pihak ketiga lainnya, masalah kekeringan di Wonogiri selatan dapat segera teratasi. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar