Selasa, 20 Agustus 2013

PESAN KEMERDEKAAN BUPATI WONOGIRI H. DANAR RAHMANTO DALAM RANGKA PERINGATAN HUT REPUBLIK INDONESIA KE-68 TAHUN 2013

PESAN KEMERDEKAAN PERINGATAN HUT REPUBLIK INDONESIA KE-68
BUPATI WONOGIRI H.DANAR RAHMANTO
WONOGIRI, 17 AGUSTUS 2013


 Hadirin sekalian,
Pada saat ini saya secara pribadi mengajak kepada kita sekalian dan seluruh rakyat Wonogiri agar kita bisa memaknai arti sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan yang sesungguhnya. Kemerdekaan adalah sebuah jembatan, dan Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah jembatan emas. Namun saudaraku, jembatan emas bukan tujuan akhir dari perjuangan kita. Yang terpenting adalah, diseberang jembatan ada dua jalan yang berbeda dan kita wajib memasukinya yang mana yang menjadi pilihan kita. Yang satu jalan, menjadi jalan yang sama rata dan sama rasa, yang satu jalan, menjadi jalan yang sama ratap dan sama tangis.
Hadirin sekalian.
Pejuang kemerdekaan telah mengantarkan kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Sungguh sedih ketika kita yang berada di tengah-tengah kemerdekaan ini tidak bisa memasuki pintu gerbang dengan sebaik-baiknya. Kita masih terjebak di dalam euphoria kemerdekaan, berpesta pora di dalam kemerdekaan. Banyak diantara kita, warga bangsa kita, para elitenya, penyelenggara negara, politisi  dan rakyatnya dan semuanya masih banyak yang sibuk dengan euphoria masing. masing.
Sungguh sedih ketika para pahlawan melihat kita dengan berbagai macam celoteh diantara anak bangsa satu dan yang lainnya saling mencaci maki, satu dan yang lainnya saling menjegal, tidak ada rasa kebersamaan sebagai  anak bangsa. Hal ini benar menyedihkan ketika para pahlawan yang pendahulu kita, melihat kita semua, melihat tiada henti berpesta pora di dalam era kemerdekaan. 
Hadirin sekalian
Pesan the founding fathers Bung Karno, ketika itu berpesan kepada kita bahwa, “Perjuanganku amatlah mudah karena aku melawan penjajah, tetapi perjuangan kalian amatlah berat karena kalian melawan bangsamu sendiri.”
Kita lihat potret di tengah-tengah kehidupan kita. Di tengah-tengah Kabupaten yang kita cintai yang bernama Wonogiri. Banyak diantara kita yang belum menempatkan pada porosnya masing-masing. Semua fihak mengaku benar, banyak orang yang merasa menjadi seorang ksatria, banyak orang yang merasa membela kepentingan rakyat. Tapi hadirin sekalian siapa sesungguhnya yang menjadi ksatria sejati ? Siapa sesungguhnya yang menjadi pembela rakyat yang tulus?
Para kstaria sejati, pesan almarhum Bung Karno, “Tidak pernah bertanya berapa yang bisa saya peroleh dengan mengabdi kepada bangsa dan negara ini, tetapi berapa yang bisa saya berikan kepada bangsa dan negara ini.”
Saat ini sungguh keadaan yang mendera bangsa tidak kunjung usai karena tingkah kita yang tidak bisa bersyukur atas kemerdekaan yang telah diberikan kepada kita. Tidak untuk kita bersenang-senang. Ini adalah amanat yang harus kita teruskan kepada anak cucu kita. Kita bertugas untuk memayu hayuning bawono, menuju kepada kesejahteraan bangsa .
Carut marut terjadi di negeri, pimpinan saling bertikai, rakyat tidak percaya kepada pimpinan, disintegrasi mengancam dimana-mana, kekerasan terjadi dimana-mana, pembunuhan terjadi dimana-mana, perang antar suku, tawuran antar pelajar, seakan-akan kita bukan sebagai bangsa yang beradab, bukan bangsa timur yang memiliki jatidiri yg luhur.
Saudaraku sekalian, seluruh rakyat Wonogiri
Kami mengajak, saatnya kita kembali kepada kittah kita, hilangkan ego kita masing-masing, beranilah mengoreksi diri kita. Tetapi saudaraku, dalam kesempatan yang baik ini, bahwa carut marutnya keadaan negeri kita memang, ini ada bangsa yang lain yang menginginkan bangsa kita tidak besar. Mereka menginginkan bangsa kita tercabik-cabik, menjadi kekuatan yang terpecah-pecah. Mereka beralaskan Konvensi Jenewa, Hak Asasi Manusia, mereka memberondong modernisasi, mereka memberondong teknologi, mereka memberondong dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dan anehnya, bangsa kita seakan merasa bangsa yang terbelakang, bangsa yang tertinggal, bangsa yang tidak cerdas.
Tidak benar saudaraku, coba kita lihat, peradaban Nusantara abad ke-10 kita saksikan bersama, bangsa barat baru bisa bercocok tanam di ladang-ladang gandum, mereka baru bisa menggembala sapi di kebon-kebon, di padang rumput ala koboi-koboi, tetapi kita, bangsa kita abad ke10 sudah mampu menciptakan mahakarya. Karya cipta yang besar yang diakui dunia. Ada Candi Prambanan, ada Candi Borobudur.
Kemudian di abad 13, bangsa kita sudah tunjukkan kepada bangsa-bangsa lain bahwa kita bangsa yang besar. Bangsa barat masih tercabik-cabik dengan kepentingan masing-masing, mereka hanya kerajaan-kerajaan kecil. Sementara bangsa kita dengan angkatan bersenjatanya kala itu, Majapahit telah mempersatukan Nusantara menjadi sebuah Negara yang besar. Kenapa kita harus menjadi bangsa yang menjiplak keberadaan bangsa lain, sementara bangsa kita telah memiliki peradaban yang jauh lebih maju ?
Syaratnya satu, seluruh rakyat Wonogiri, marilah kita kembali. Bahwa kita saatnya mensyukuri, mematahkan, menghilangkan ego kita masing-masing. Semuanya yang merasakan abdi negara, semuanya yang merasakan pamong rakyat, semuanya yang merasakan rakyat biasa, kita adalah warga bangsa. Saatnya kita bersatu, tidak boleh terpisah-pisah. Kita tidak perlu menjiplak bangsa lain, kita memiliki eksistensi bahwa bangsa Indonesia pernah mengalami satu kejayaan. Artinya Nusantara ini, Indonesia ini, telah memiliki jatidiri yang kuat, memiliki satu kepribadian yang kokoh, memiliki angkatan bersenjata yang kuat.
Dengan bersatunya kita, tanpa melihat ke belakang, tanpa melihat salah orang lain, marilah kita lihat salah kita sendiri. Saatnya kita kembali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang memberikan kita kekuatan untuk membesarkan bangsa dan negara ini. Jayalah Nusantara, Jayalah Indonesia.
Merdeka!! Merdeka!! Merdeka!!

3 komentar: