Luweng Borampo Paranggupito |
Mbah Glemboh seorang petani yang rajin bekerja hingga lupa waktu. Bahkan karena kecapekan, Mbah Glemboh sering tidak pulang dan tidur di ladang. Meski demikian, istrinya tetap setia dan tiap hari mengirim makanan untuknya. Karena ladang yang luas dan berbukit, sang istri kadang-kadang tidak bisa menemui Mbah Glemboh, hanya menyuruhnya untuk meletakkan makanan di gubug di ladang. Saat mengirim makanan, isterinya kadang tidak bertemu, hanya mendengar suaranya untuk meletakkan makanan di gubug.
Pada suatu hari istri Mbah Glemboh penasaran. Setelah meletakkan makanan di gubug, ia mengintip di balik sebuah batu sambil menunggu suaminya menyantap makanan. Setelah sekian lama menunggu alangkah terkejutnya sang isteri karena melihat suaminya yang menghampiri makanan dengan wajah yang mengerikan.Ternyata Mbah Glemboh telah berubah menjadi raksasa dengan taring yang sangat panjang mengerikan. Karena ketakutan, isteri Mbah Glemboh lari pulang dan melaporkan apa yang dilihatnya kepada warga desa. Mendengar laporan tersebut, akhirnya seluruh warga sepakat untuk menangkap Mbah Glemboh. Warga dengan senjata seadanya berangkat ke Hutan Brenggolo untuk menangkap Mbah Glemboh. Sesampainya di hutan Brenggolo warga mengepung dan mengejar Mbah Glemboh. Karena terdesak, dan tidak mau melukai warga desa, Mbah Glemboh lari dan dengan kesaktiannya dan terbang ke arah barat Hutan Brenggolo.
Warga desa tidak mau menyerah dan terus mengejar Mbah Glemboh. Akhirnya Mbah Glemboh hinggap di pohon Winong yang terletak di sebelah barat Dusun Gendayakan. Warga desa pun mengepung dan menyerang Mbah Glemboh. Merasa terdesak, Mbah Glemboh terbang ke selatan dan jatuh di Ladang Kedokan. Warga desa terus mengejar dan Mbah Glemboh lari dan memanjat sebatang pohon kelapa kemudian mengambil pelepah daun kelapa. Pelepah daun kelapa tersebut digunakan untuk terbang ke arah barat.
Warga desa terus mengejar dan ahirnya Mbah Glemboh jatuh di Hutan Larangan. Disebut Hutan Larangan, karena hutan tersebut angker dan jarang dimasuki orang. Tempat tersebut adalah luweng atau goa yang sangat dalam.
Di dekat luweng itulah Mbah Glemboh jatuh beserta pelepah daun kelapa yang digunakannya untuk terbang. Warga yang mengetahui Mbah Glemboh jatuh tersebut semakin semangat untuk mengejar dan siap untuk menyerangnya. Namun yang terjadi sungguh di luar dugaan ternyata Mbah Glemboh yang telah jatuh di pinggir luweng berubah menjadi sebongkah batu. Warga desa yang heran dan bingung akhirnya sepakat untuk membuang batu jelmaan Mbah Glemboh ke dalam luweng.
Beramai ramai warga mengangkat dan melempar batu tersebut ke dalam luweng apa yang terjadi? Batu yang di lempar tidak jatuh hingga ke dasar tetapi berada di tengah tengah luweng. Warga desa tidak bisa berbuat banyak, akhirnya pulang dan menganggap Mbah Glemboh telah mati. Dan untuk mengenang Mbah Glemboh, luweng tersebut disebut Borampo (dari kata mabur dan ampuh, artinya terbang dan sakti). Hingga sekarang dikenal warga sebagai Borampo.
Luweng Borampo saat ini menjadi tempat tirakat dan ritual bagi mereka yang tengah bermasalah dengan hukum. Dan banyak yang pada akhirnya lolos dari jeratan hukum.
Saat ini, Hutan Brenggolo telah berubah telah berubah Menjadi areal ladang penduduk tanpa mengalami perubahan nama. Sedangkan ladang Kedokan tempat jatuhnya Mbah Glemboh terlihat batuan yang berupa tanah yang cekung seperti bekas kejatuhan benda yang besar dan keras. Namun Pohon Winong tempat hinggap Mbah Glemboh sudah tidak ada karena tumbang dan lapuk dimakan usia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar