Ilustrasi Pertarungan Gajah Tunggangan Joko Lelono dan Ular Naga Peliharaan Ratu Dyah Ayu Putri Serang |
Sementara itu, sambil
menunggu kedua abdi kembali, Joko Lelono mengamati tempat ia berada. Tiba-tiba
ia melihat seberkas cahaya terang sebesar lidi bergerak menuju suatu tempat.
Penasaran dengan apa
dilihatnya, Joko Lelono kemudian mengikuti kemana arah cahaya itu bergerak.
Hingga akhirnya cahaya itu berhenti pada sebuah tempat yang merupakan kekuasaan
Dyah Ayu Putri Serang Sang penguasa kerajaan roh halus (Alaming Lelembut).
Setelah sampai di wilayah
kerajaan ini, Joko Lelono tahu ini bukan tempat sembarangan.
Dalam pandangan
mata batinnya dilihatnya sebuah Gerbang yang megah. Dijaga oleh para prajurit
yang gagah berani. Begitu sampai di gerbang ini, Raden Joko Lelono dijemput oleh
sang prajurit. Seakan tahu bahwa Joko Lelono memang sedang ditunggu. “Selamat
datang Tuan. Mari hamba antarkan menuju istana, Ratu sudah menunggu kedatangan
Tuanku” sapa sang prajurit. Untuk menandai pintu gerbang ini, kemudian diberi
nama Lawang Gapit.
Joko Lelono kemudian
dikawal menuju ke dalam istana yang megah. Joko Lelono sangat kagum dengan
besarnya istana dihadapannya. Hatinya pun bergumam, siapakah pemilik istana
ini.
Setelah dipersilahkan
duduk di singgasana untuk tamu kerajaan, Joko Lelono berdiam sambil menunggu
kedatangan Sang Ratu. Akhirnya Sang Ratu pun muncul dibalik tirai sutera di
pintu utama istana. Raden Joko Lelono terkesima dengan kecantikan sang Ratu
Lelembut. Begitu juga, Dyah Ayu Putri Serang menunjukkan tingkah mengagumi
sosok pemuda didepannya.
“Salam sang Ratu.
Ampunkan keberanian hamba datang ke kerajaan Sang Ratu” sapa Joko Lelono seraya
merapatkan kedua tangan didepan dada.
“Tuan yang gagah perkasa.
Memang sengaja aku mengundang Tuan. Perkenalkan nama hamba Ratu Dyah Putri
Serang. Penguasa kerajaan ini.” jawab Sang Ratu sambil melemparkan senyum
manis.
“Perkenalkan nama saya
Joko Lelono dari kerajaan Mataram.” tegas Joko Lelono.
Setelah perkenalan itu,
pembicaraan kedua insan ini semakin akrab, sekali-kali diselingi tawa riang
keduanya.
“Tuan Joko Lelono, maukah
tinggal disini untuk menemani kesepianku selama ini.” pinta sang Ratu. Setelah
terdiam beberapa saat, Joko Lelono pun menjawab “Sungguh suatu takdir, saya
juga sedang mencari pedamping hidup. Dan
telah lama dan jauh perjalanan untuk menemukannya.”
“Sanggupkah apabila
bersedia memenuhi permintaanku?” Tanya Sang Ratu. “Syarat apakah kiranya?” kata
Joko Lelono. “Apabila Tuan bersedia, maka Tuanku tidak akan bisa kembali ke
alam sebelumnya.” Terang Sang Ratu.
“Ah Sang Ratu, demi
mendampingi Sang Ratu saya sanggup memenuhi syarat tersebut.” Jelas Joko
Lelono. Mulai saat itulah, Joko Lelono tidak bisa lagi kembali ke dunia dan
terkunci kedalam kerajaan Sang Ratu Dyah Putri Serang penguasa alaming
lelembut.
Ditempat lain, Ki Merkak
dan Ki Jebres telah kembali dari pencarian payung. Mereka terkejut, karena Joko
Lelono dan gajah tunggangannya sudah tidak berada ditempat. Mereka pun mencari
dengan mengikuti jejak kaki gajah. Setelah sekian lama. Akhirnya tiba disuatu
tempat yang memiliki aura mistis dan menyeramkan. Hawa dingin seakan menusuk
tulang, suara binatang yang melolong diiringi harum aroma bunga yang membuat
bulu kuduk merinding.
“Ki Merkak, mata batin
saya mengatakan disinilah tuan kita Joko Lelono berada. Akan tetapi saya belum
melihat yang sebenarnya.” kata Ki Jebres kepada temannya.
“Lihatlah, itu gajah
tunggangan Tuan Joko Lelono” teriak Ki Merkak sambil menunjuk sebuah pohon
tempat terikatnya gajah.
“Tempat ini sangat
angker. Kita tidak bisa meneruskan masuk ke dalam wilayah ini” tutur Ki Jebres.
“Baiklah. Saya akan menemui Joko Lelono melalui kekuatan gaib.” Kata Ki Merkak.
Ia kemudian duduk bersila
pada sebuah batu. Mengatupkan mata dan mulai bersemadi, melakukan telepati
untuk berbicara dengan Joko Lelono.
Dalam telepati ia
berhasil menemui Joko Lelono. Dengan kekuatan gaib pula mereka bisa
berkomunikasi. “Tuan, apakah yang sebenarnya terjadi. Dimanakah Tuan berada?”
tanya Ki Merkak. “Maafkanlah saya paman berdua. Saya telah terikat janji dengan
penguasa kerajaan lelembut. Sudah menjadi niat saya tinggal disini. Saya tidak
mungkin kembali ke alam dunia.” Jawab Joko Lelono. “Baiklah Tuan, kami berdua
akan meneruskan perjalanan. Untuk menandai peristiwa ini, saya beri nama tempat
ini Tompak.” Ujar Ki Merkak dan Ki Jebres.
“Tolong paman, rawatlah
gajah tungganganku. Jaga baik-baik hewan kesayangan itu.” Pinta Joko Lelono. “Tolong
paman pergilah ke arah utara, temuilah pasangan tua sakti Ki Makarang dan sang
istri. Mintalah petunjuk kepadanya.” Perintah Joko Lelono. Kedua paman itu
menyanggupi dan segera memohon pamit melanjutkan perjalanan.
Kedua paman setia itupun
berjalan ke arah utara. Setelah beberapa waktu melakukan perjalanan hingga
sampai di tempat Ki Makarang berada. Segera mereka menemui Ki Makarang dan
mohon petunjuk apa yang harus dilakukan.
Sungguh ajaib, Ki
Makarang hanya tersenyum dan mengatakan bahwa sudah tahu semua yang dialami Ki
Merkak dan Ki Jebres. “Terimalah kelapa muda dan tape ketan sebagai bekal di
perjalanan ki sanak.” kata Ki Makarang kepada kedua abdi dalem Joko Lelono.
“Kembalilah segera jemput
gajah tunggangan Tuan kalian karena jika terlambat akan membahayakan
kesemalatannya.” lanjut Ki Makarang. Dengan bergegas kedua paman pergi mencari
sang Gajah.
Sementara itu, di pohon
tempat gajah sudah tercabut hingga akarnya. Gajah tunggangan Joko Lelono
terlihat mengamuk dan menimbulkan suara gaduh yang luar biasa. Pohon-pohon
ditumbangkan, bebatuan beterbangan di tendang gajah itu. Karena suara bising
dan gaduh inilah membuat peliharaan Sang Ratu Dyah Ayu Putri Serang yaitu
seekor ular Naga besar terbangun.
Mata ular Naga nanar
seakan menahan amarah karena terbangun oleh suara gaduh sang Gajah.
Segera ia merayap
mendekati sumber suara dan didapatinya Gajah tunggangan Joko Lelono masih
mengamuk. Tanpa banyak bertingkah, Ular Naga mendekati Gajah dan segera bersiap
menyerang. Melihat kedatangan Ular Naga, Gajah terdiam dan menghentikan sejenak
amukannya.
Gajah tahu bahwa Ular
Naga dihadapannya sedang menyiapkan jurus mematikan. Ular Naga pun berdesis
keras, lidahnya menjulur dan siap menyerang dengan menyemburkan api. Gajah
bergeming, dengan gading yang besar segera menyerang perut Ular Naga.
Keduanya pun terlibat
pertarungan yang luar biasa. Saling menyerang dengan senjata masing-masing
hingga tempat pertarungan berantakan.
Ki Merkak dan Ki Jebres
akhirnya sampai di tempat pertarungan. Mereka terkejut, apa yang dikatakan Ki
Makarang benar adanya. Ternyata Gajah dan seekor Ular Naga sedang bertarung
yang bisa membahayakan keselamatan. Ki Merkak dan Ki Jebres tidak berani
mendekat karena kekuatan kedua binatang begitu dahsyat. Setelah kedua binatang
bertarung dengan hebatnya, tidak ada yang menang dan kalah. Baik Gajah dan Ular
Naga tubuhnya sama-sama hancur, meledak hingga tercerai berai. Seraya
mengumpulkan potongan Gajah dan Ular, Ki Merkak memendam buah kelapa pemberian
Ki Makarang.
Mereka berjalan ke arah
selatan di tempat potongan perut Ular Naga berada. Potongan perut ular ini yang
ada pusarnya memancarkan sumber air jernih kemudian hari diberi nama Umbul Ngudal. Sedangkan potongan
badan gajah jatuh diutara tempat itu dan menjadi sebuah gunung yaitu Gunung
Gajah Mungkur.
Setelah merasa capek,
kedua abdi dalem teringat bekal yang diberikan Ki Makarang yaitu buah kelapa
muda yang telah dipendam di suatu tempat. Mereka pun mencari dengan menggunakan
batang bambu dengan menusuk ke tanah sambil mencari buah kelapa. Tidak
disangka, tusukan batang bambu mengenai buah kelapa dan air kelapa keluar dan
menjadi sumber air yang besar. Untuk menandai sumber air ini kemudian hari
dikenal dengan Umbul Nogo karena tempat pertarungan Ular Naga.
Semakin lama air menggenangi wilayah itu hingga
mencapai rumah Ki Makarang. Ki Merkak dan Ki Jebres bersemadi mohon petunjuk
bagaimana menghentikan aliran air. Setelah mendapat petunjuk, mereka segera
menyediakan syarat agar air bisa berhenti atau mengecil, yaitu seekor kambing
kendit, ijuk atau sapu duk, dan dandang. Setelah menyediakan syarat ini, sumber
air kemudian bisa mengecil. Untuk mengenang kejadian ini, Ki Merkak dan Ki
Jebres menamakan wilayah ini Karanglor karena dekat dengan rumah Ki Makarang.
Setelah semua kejadian ini selesai Ki Merkak dan
Ki Jebres menemui Ki Makarang. “Dan
pesan saya Ki Makarang, sumber air akan menjadi sumber kehidupan bagi anak
cucu. Dan kelak jika anak cucu kita menanam padi disekitar sini hendaklah saat
panen harus menyediakan kelapa muda, tebu dan badeg (badeg = tape ketan), kami
akan membantu anak cucu untuk memperoleh kemakmuran." ujar Ki Jebres
panjang lebar.
"Baiklah, akan kuingat pesan Kyai."
jawab Ki Makarang. "Ya Ki. Ingatlah terus pesan kami maka kami akan
membantu anak cucu kami di Karanglor ini secara sesingidan (secara gaib)."
ujar Ki Jebres.
Setelah berpamitan dengan Ki Makarang, mereka
segera melanjutkan perjalanan. Itulah kisah Legenda Umbul Nogo
sebuah Cerita Rakyat Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Penasaran dengan
Umbul Nogo Kabupaten Wonogiri? Ayo Rame-Rame Neng Wonogiri!
(Ditulis kembali dari berbagai sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar