Panorama Gunung Buthak Paranggupito tempat pengembaraan Ki Pandanarum |
Sebuah kisah seorang pengembara dari Mataram yang bernama Ki Pandanarum.
Beliau masih termasuk keluarga keraton Mataram, tetapi Ki Pandanarum memilih
mengembara untuk bertapa dari pada tinggal di lingkungan istana. Tekadnya sudah
bulat untuk berkelana menuruti kat ahatinya. Pada suatu hari berangkatlah Ki
Pandanarum seorang diri meninggalkan Mataram menuju Parangtritis yaitu sebuah
pantai yang terletak di sebelah selatan kerajaan Mataram.
Setelah sampai di Parangtritis, Ki Pandanarum istirahat sejenak. Menjelang
tengah hari, Ki Pandanarum mendapatkan petunjuk untuk bertapa di Gua Endog,
yaitu sebuah gua yang terletak di bibir pantai wilayah perbatasan antara
Parangtritis dan Wonosari (sekarang). Ki Pandanarum mendapatkan petunjuk dari
Hyang Widhi untuk menlanjutkan perjalanan menuju arah matahari terbit. Waktu
itu bulan purnomosidi dengan tekad bulat berangkatlah Ki Pandanarum menyisir pantai
ke arah timur. Perjalananpun sangat melelahkan, hutan belantara menghadang,
bukit terjal menantang tanpa beliau hiraukan. Akhirnya setelah beberapa hari
menempuh perjalanan sampailah Ki Pandanarum di suatu tempat yang ada
penduduknya.
Sebuah pedusunan kecil yang penduduknya berbadan tegap-tegap, kekar yang
sepintas tampak seperti orang-orang menyeramkan. Dusun itu bernama parang yang
terletak di pinggiran danau yang dikelilingi pepohonan besar. Rumah penduduk
masih sangat sederhana, dengan beratapkan daun ilalang. Konon kabarnya Parang
termasuk wilayah pemerintahan seorang Ronggo yang berdomisili di Dusun Ngringin
(sekarang masuk wilayah Ngargoharjo). Mengapa dinamakan Ngringin, konon saat
sinuhun Kanjeng Gusti Mangkunegoro III memerintahkan abdi dalemnya untuk
menanam pohon ringin sakembaran di dusun tersebut sebagai tanda batas wilayah
kekuasaan Ratu Kidul dan sekaligus untuk tolak bala, yaitu mageri angin.
Ki Pandanarum istirahat sejenak dibawah pohon elo yang sangat rindang dan
berbuah lebat. Lama kemudian lewatlah seorang penduduk dan akhirnya bertemu Ki
Pandanarum, kemudian orang itu bertanya kepada Ki Pandandarum, “Ki Sanak, mengapa
Ki Sanak berada di tempat ini? Kalau boleh tau, siapakah nama Kisanak, dan dari
manakah asal usul Ki Sanak?”. Kemudian Ki Pandanarum menjawab dengan kata-kata
yang halus dan santun, “Terima kasih Ki Sanak, sebut saja saya Pandanarum,
hamba dari Mataram, saya datang kemari hanya melaksanakan petunjuk Hyang
Widhi”. Setelah beberapa saat bercakap-cakap, akhirnya Ki Pandanarum diterima
kedatangannya.
Karena keramahtamahannya, akhirnya Ki Pandanarum bisa berbaur dengan warga
sekitar mayarakat Parang yang kelihatan seram-seram, sangar, dan sakti
mandraguna. Pada saat itu sebagian besar masyarakat Parang masih melestarikan
ilmu kanugaran, joyo kawijayan, peninggalan dari seorang pengelana Majapahit,
yaitu, Ki Curocono. Di saat beramah tamah, Ki Pandanarum dengan arif dan
bijaksana menyampaikan kawruh ilmunya yaitu agar masyarakat tahu tentang
hakekat hidup dan kehidupan. Bersikap santun, ramah, guyub rukun, serta asih
kepada sesama. Ki Pandnarum tidak selalu menetap di rumah penduduk karena tiap
malam beliau memilih tinggal di gubug-gubug milik petani di tengah ladang,
itupun beliau lakukan dengan memohon ijin kepada pemiliknya.
Di malam yang sunyi, Ki Pandanarum merenung dan dalam hati kecil beliau
berkata, “Oh ternyata dugaanku keliru, warga masyarakat sekitar sini yang
tampaknya galak-galak ibarat seperti tajamnya parang, tetapi ternyata mau dan
bisa ditata (diatur)”. Akhirnya Ki Pandanarum berjalan ke arah selatan,
sampailah Ki Pandanarum di sebuah pantai yang penuh dengan rumput menjalar yang bisa digunakan
sebagai obat (tanaman sembukan).
Ki Pandanarum belum tahu apa nama pantai itu. Menjelang tengah malam Ki
Pandanarum pergi ke puncak bukit sebelah barat pantai (pantai Sembukan
sekarang) di atas batu pelataran di puncak bukit itu (sekarang telah dibangun, berupa
pelataran, Ki Pandanarum bersemadi untuk memohon ampunan atas kesalahannnya
juga memohon petunjuk apa yang harus beliau lalukan. Menjelang pagi Ki
Pandanarum mendapatkan bisikan kalbu, bahwa kelak setelah ada raja Surakarta berkunjung
ke tempat ini, Parang dan sekitarnya akan menjadi tempat sangat penting dan
ramai.
Ternyata bisikan ini
benar adanya, bahwa saat ini Kecamatan Paranggupito sekarang banyak dikunjungi
warga utamanya untuk berwisata di Pantai yang ada di Paranggupito karena keindahan
dan keelokannya.
Penasaran dengan wilayah
Paranggupito? Ayo rame-rame neng Wonogiri!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar