Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2019

Makna Tembang Pocung Dalam Tembang Macapat


Setelah kita mengenal tembang macapat Megatruh yang berarti proses perpisahan antara Jiwa dan Raga, kini kita akan mengenal satu tembang macapat Pucung atau sering ditulis dengan Pocung yang biasa diartikan dengan pocong/pengkafanan jenazah. Tembang ini menjadi tembang terakhir dari sebelas tembang macapat.

Makna Tembang Megatruh Dalam Tembang Macapat



Tembang macapat Megatruh merupakan salah satu tembang macapat yang menggambarkan tentang kondisi maunisa di saat sakaratul maut. Kata megatruh sendiri dipercaya berasal dari kata megat/pegat (berpisah) dan ruh, yang artinya berpisahnya antara jiwa dan raga.Kematian menjadi hal yang paling ditekankan dalam tembang Megatruh, proses dimana setiap makhluk hidup di dunia pasti akan mengalaminya, proses yang menegangkan sekaligus menyakitkan bagi banyak orang, proses terbukanya gerbang menuju kehidupan yang tak pernah ada akhirnya.

Makna Tembang Pangkur Dalam Tembang Macapat


Tembang macapat Pangkur bagi orang Jawa sering dimaknai sebagai proses mengurangi hawa nafsu dan mungkur dari urusan duniawi. Dalam tahap ini, manusia sudah memasuki usia senja dimana sesorang akan “berkaca” tentang dirinya, tentang masa lalunya, tentang pribadi dan Tuhannya dan lain sebagainya.

Makna Tembang Durma Dalam Tembang Macapat


Tembang macapat Durma merupakan tembang macapat yang menggambarkan kondisi ketika manusia telah menikmati segala kenikmatan dari Tuhan. Dalam banyak kasus, manusia akan mengingat Pencipta-nya saat ia dalam kondisi kesulitan, dan ia akan lupa ketika dalam kondisi kecukupan.

Makna Tembang Dhandanggula Dalam Tembang Macapat



Tembang macapat Dandanggula memiliki makna harapan yang indah, kata dandanggula sendiri dipercaya berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita, angan-angan atau harapan, dan dari kata gula yang berarti manis, indah ataupun bahagia. 

Makna Tembang Gambuh Dalam Tembang Macapat



Tembang macapat Gambuh dalam rangkaian sekar macapat memiliki makna “cocok” atau sepaham. Tembang ini untuk menggambarkan seseorang dikala memasuki masa-masa indah atau masa menikah. Pernikahan menjadi sebuah tanda persetujuan (sarujuk) atas dua keluarga, sebagai obat (gambuh) atas panasnya kobaran api cinta yang digambarkan dalam tembang macapat Asmarandana.

Makna Tembang Asmaradana Dalam Tembang Macapat


Macapat Asmaradana merupakan salah satu tembang yang banyak menggambarkan gejolak asmara yang dialami manusia. Sesuai dengan arti kata, Asmaradana memiliki makna asmara dan dahana yang berarti api asmara.

Makna Tembang Kinanti Dalam Tembang Macapat


Makna tembang Kinanti dalam tembang macapat adalah sebagai berikut : Kinanti banyak diyakini berasal dari kata dikanthi-kanthi (diarahkan, dibimbing, atau didampingi). Proses pendampingan anak sebenarnya sudah dilakukan orang tua sejak kecil, namun di usia remaja seorang anak perlu didampingi secara ekstra karena pada usianya ia sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan.

Makna Tembang Sinom Dalam Tembang Macapat


Dalam bahasa jawa Sinom bisanya digunakan untuk menyebut daun asam yang masih muda, beberapa kalangan mengartikan Sinom sebagai si enom, isih enom (masih muda). Meski berbeda-beda dalam mengartikan, namun pada prinsipnya tetap sama dalam mengintepretasikan kata Sinom yakni tentang sesuatu yang masih muda.

Kamis, 14 Maret 2019

Makna Tembang Mijil Dalam Tembang Macapat

Awal hadirnya manusia di dunia ini digambarkan dalam tembang Mijil yang berarti seorang anak terlahir dari gua garba Ibu. Kata lain dari mijil dalam bahasa jawa adalah wijil, wiyos, raras, medal, sulastri yang berarti keluar. Macapat Mijil menjadi tembang kedua setelah Maskumambang, tembang macapat maskumambang memiliki makna janin atau jabang bayi yang masih dalam kandungan ibunya.
Kelahiran merupakan proses dimana seorang ibu memperjuangkan dua nyawa sekaligus, dirinya sendiri dan anaknya. Seberat apapun proses itu, didalamnya terdapat cinta dan harapan dari seluruh anggota keluarga, harap-harap cemas namun bahagia dalam menanti kelahiran buah hati.

Jabang bayi yang mijil dari rahim ibunya adalah suci, dia tidak bisa memilih terlahir dari siapa, misalpun terlahir dari hubungan “tidak sah”, bayi tetaplah suci, ibarat kertas ia masih bersih putih tanpa coretan. Ketika bayi lahir saat itulah ia mengenal dunia pertama kalinya, ia diberi wewenang untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Ia dihadirkan untuk bisa menjadi “manusia” hingga suatu saat bisa kembali kepada-Nya dengan damai.

Makna Tembang Maskumambang Dalam Tembang Macapat


Sebagai pembuka dalam kelompok tembang macapat, Maskumambang menjadi pratanda dimulainya kehidupan manusia di dunia, tembang macapat ini memberi gambaran tentang janin dalam kandungan ibu ketika sedang hamil. Arti kata Maskumambang sendiri banyak yang memaknai sebagai emas yang terapung (emas kumambang), juga sering disebut sebagai maskentir (emas yang terhanyut).Kehamilan merupakan proses pembentukan seluruh organ jiwa dan raga sebuah janin, berlangsung selama 280 hari atau 10 bulan atau 40 minggu terhitung dari hari pertama haid terakhir. Para pemuka agama meyakini bahwa ruh ditiupkan pada janin saat berusia 120 hari terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan ovum.

Tembang macapat maskumambang banyak digunakan untuk mengungkapkan perasaan nelangsa, sedih, ketidakberdayaan, maupun harap-harap cemas dalam mensikapi kehidupan.

Makna Tembang Macapat


Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata.
Secara umum diperkirakan bahwa macapat muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh ada sebuah teks dari Bali atau Jawa Timur yang dikenal dengan judul Kidung Ranggalawé dikatakan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi.

Minggu, 28 Oktober 2018

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 10)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa


Lanjutan PITUDUH
Ajaran tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa

Titah alus dan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus.
(Baik makhluk halus dan makhluk yang tampak, semuanya ciptaan Tuhan. Oleh karena itu jangan menyembah makhluk halus tetapi jangan pula menghinanya)


Ciptaan Tuhan itu meliputi semua makhluk, baik yang tidak tampak mata atau makhluk halus maupun makhluk yang terlihat mata manusia biasa. Oleh karena itu, janganlah manusia menjadikan makhluk halus itu sesembahan karena ia hanyalah sama-sama ciptaan Tuhan. Begitu juga sebaliknya, jangan pula menghina makhluk halus karena ia juga ciptaan Tuhan.

Samubarang kang katon iku kalebu titah kasat mata, dene liyane kalebu titah alus.
(Segala yang dapat dilihat merupakan ciptaan Tuhan yang tampak, sedang lainnya merupakan makhluk halus)

Makhluk ciptaan Tuhan selain yang tampak oleh mata ada juga yang tidak kasat mata. Makhluk yang tampak seperti biasa yang terlihat oleh manusia dalam keseharian. Sedangkan yang tidak kasat mata, memang benar adanya dan itu merupakan makhluk halus.

Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa.
(Tuhan itu akan memenangkan manusia bagaimanapun juga)

Manusia harus yakin bahwa Tuhan akan memenangkan/ mengunggulkan manusia dibanding dengan makhluk lainnya. Meskipun makhluk lain itu punya kelebihan dibanding manusia. Akan tetapi sudah menjadi ketetapan Tuhan bahwa manusia merupakan makhluk paling utama.

Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau
(Tuhan memberi pengetahuan kepada manusia tentang adanya makhluk halus itu)

Manusia diberi pengetahuan untuk mengetahui keberadaan semua makhluk termasuk makhluk yang tidak kasat mata. Memang tidak semua manusia yang mendapat anugerah bisa mengetahuinya. Oleh karena itu, manusia yang tidak mampu mengetahuinya janganlah meremehkan orang yang benar-benar mengetahui keberadaan makhluk halus.
  
Bersambung....
(Sumber : Buku Butir-Butir Budaya Jawa)

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 9)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa 

Lanjutan PITUDUH
Ajaran tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa
 

Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pengira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran
(Tuhan itu berkuasa tanpa menggunakan alat pelengkap apapun; oleh karena itu jangan beranggapan bahwa manusia itu dapat mewakili Tuhan)

Rabu, 12 September 2018

MENGENAL MAKNA SEDEKAH BUMI, RITUAL PENGHORMATAN DAN PENYATUAN MANUSIA DENGAN ALAM DI KABUPATEN WONOGIRI


Susuk Wangan Salah Satu Sedekah Bumi Di Kabupaten Wonogiri 

Alam jagad raya khususnya bumi merupakan sebuah kehidupan dan penghidupan manusia beserta makhluk yang ada didalamnya. Sifat dan watak bumi sangat murah hati, selalu memberi hasil kepada siapapun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun dan bijaksana.

Akan tetapi akhir-akhir ini bumi seakan menunjukkan amarahnya, dengan berbagai gejolak alam yang mengoyak hidup dan kehidupan makhluk di alam raya termasuk manusia. Mungkinkah hal ini akibat manusia begitu serakah mengolahnya tanpa rasa bijak dan sayang kepada alam.

Jumat, 03 Agustus 2018

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 8)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa 

Lanjutan PITUDUH 
Ajaran tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa 

Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki, uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran
(Tuhan itu bukan dewa ataupun manusia, namun segala yang ada itu, termasuk dewa dan manusia itu berasal dari Tuhan)

Sudah jelas bahwa Tuhan bukanlah berwujud dewa maupun manusia, akan tetapi semua yang ada didunia ini, termasuk diantaranya dewa dan manusia itu, semua nyawa dan hidupnya berasal dari Tuhan.

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 7)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa

Lanjutan PITUDUH
Ajaran Tentang Ketuhanan Masyarakat Jawa

Ing donya iki ada rong warna sing diarani bener, yo kuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa
(Di dunia ini ada dua macam kebenaran, yaitu benar dihadapan Tuhan dan benar dihadapan yang sedang berkuasa)

Nilai sebuah kebenaran di dunia ini ada dua macam, yaitu benar dihadapan Tuhan yang bermakna nilai kebenaran ini tidak memiliki sifat merusak dan kebencian. Sedangkan nilai kebenaran yang lain yaitu benar dihadapan yang sedang berkuasa.

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 6)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa 
Lanjutan PITUDUH
Ajaran Tentang Ketuhanan Masyarakat Jawa

Purwa madya wasana
(Alam purwa (permulaan), alam madya (tengah), alam purwa (akhir)

Kehidupan manusia terbagi menjadi 3 alam, yaitu alam purwa (permulaan) di dalam kandungan, alam madya (pertengahan) di dunia yang fana, serta alam purwa (akhir) di akhirat. Ketiga alam ini hendaknya menjadikan kita sadar bahwa hidup di dunia hanya sementara saja. Masih akan ada alam lain yang menanti setelah kita mengakhiri hidup di dunia. Yaitu menuju ke alam ‘kelanggenan’, alam tiada akhir di surga.

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 5)

Pituduh Ajaran Ketuhanan Masyarakat Jawa


Lanjutan PITUDUH
Ajaran Tentang Ketuhanan Masyarakat Jawa

Pangeran iku ora sare
(Tuhan Tidak Tidur/ Tuhan Maha Tahu Segalanya)
Jangkauan Tuhan pada makhluknya tidak terhingga. Apapun yang dikerjakan, baik dan buruk meskipun masih dalam hati berupa niat, Tuhan akan mengetahuinya. Diibaratkan Tuhan senantiasa terjaga, tidak akan terlena sedikitpun, mengetahui setiap detil tentang perbuatan makhluk-Nya. Sebagai manusia, kita harus berhati-hati dalam bertindak mulai dari niat yang paling awal, jagalah senantiasa tidak akan melanggar dari norma Tuhan.

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 4)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Masyarakat Jawa


Lanjutan PITUDUH 
Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa.


Pangeran iku Maha Welas lan Maha Asih; hayuning bawana marga saka kanugerahaning Pangeran 
(Tuhan itu Maha Penyayang  dan Maha Kasih, dan kebahagiaan semesta ini adalah anugerah Tuhan).