Jumat, 24 April 2020

Budaya Jawa; Ajaran Pituduh Tentang Ketuhanan Dalam Masyarakat Jawa (Bagian 11)

Pituduh Ajaran Tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa

Lanjutan PITUDUH

Ajaran tentang Ketuhanan Bagi Masyarakat Jawa


Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe panyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah 
(Makhluk halus itu tidak dapat menjadi manusia, apabila manusia itu sendiri tidak memohon pada Tuhan (tidak menghendaki) agar makhluk halus itu mewujud)


Makna dari pituduh ini dapat dimaknai bahwa semua makhluk halus tidak akan berubah diri menjadi manusia. Hal ini karena masing-masing memiliki dua alam yang berbeda. Jikalau manusia memiliki permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar makhluk halus itu berubah, atau sekedar menampakkan diri (mawujud), itupun harus semata-mata kehendak dari Tuhan Yang Maha Kuasa).

Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dadi sakdhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran. 
(Barang siapa yang berani merubah keadaan yang sedang terjadi, itu bukanlah sembarang manusia, akan tetapi bisa jadi merupakan utusan dari Tuhan Yang Maha Kuasa).

Sudah bisa di resapi dalam hati bahwa jika seseorang manusia mampu merubah suatu keadaan (dalam arti dan skala yang besar) bisa jadi seseorang tersebut bukanlah sembarang manusia, dan kemungkinan beliau adalah salah satu dari utuasan Tuhan).

Sing sapa gelem nglakoni kebecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran 
(Barang siapa suka berbuat kebajikan dan ikhlas melakukan tapa brata (tirakat), akan menerima anugerah dari Tuhan). 

Ini adalah sebuah ganjaran yang akan diberikan kepada setiap manusia yang mau berbuat kebajikan, kebaikan kepada sesama serta dengan penuh ikhlas  melakukan "tirakat" atau laku spiritual mencari titik pencapaian pendekatan kepada Tuhannya. Anugerah tertinggi adalah mampu menggapai kedamaian di dalam lubuk hati yang dalam, dengan tingkat kepasrahan hanya kepada Tuhan. 

Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donya iki ana sing ngatur.
(Barang siapa yang belum mengerti dan paham tentang kepercayaan itu digunakan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, sebenarnya ia belum negerti bahwa sesungguhnya di dunia ini ada yang mengatur).

Kepercayaan yang kita anut dan pegang dengan teguh sebenarnya kita gunakan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Apabila kita belum mengerti dan paham benar tentang hal ini maka kita tidak akan mengerti bahwa di dunia ini ada kekuatan besar yang mengatur, yang bermuara pada Tuhan Maha Pengatur alam seisinya.

Bersambung...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar